Minggu, 21 November 2010

Keturunan Yang Sholeh dan Sholehah

Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa selalu menerima aktivitas ibadah kita Amiin 3x Ya Mujiba saa’iliin.

Para pembaca yang berbahagia, memang sudah menjadi sunnahtullah, setiap manusia diberikan oleh Allah hidup berpasang-pasangan. Untuk apa? Karena salah satu hikmah dari pernikahan adalah bukan hanya untuk bersenang-senang melampiaskan kebutuhan biologis atau nafsu birahi semata, melainkan untuk mencetak sekaligus memperbanyak keturunan umat islam, yang dapat membanggakan kita dikehidupan dunia maupun dikehidupan akhirat nanti. Hal ini tidak dapat kita pungkiri!, sebab Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya:

تَزَوَّدُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَاِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلاَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Nikahilah perempuan yang mencintai kalian dan dapat memberikan banyak keturunan, agar aku (kata Nabi) dapat membanggakan jumlah kalian yang banyak dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat”.


Para pembaca sekalian, yang sangat-sangat dibanggakan oleh Allah dan Rasulnya. Setiap orangtua sudah pasti tentu, dititipi rasa rahmat atau kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya. Kenapa demikian? Karena tidak ada seorangpun orangtua, baik yang berstatus sebagai Kyai, tukang becak kah dia, bahkan sampai preman sekalipun tidak menginginkan anaknya menjadi seorang anak yang berandal, semua orang tua pasti menginginkan anaknya itu menjadi seorang anak yang sholeh dan sholehah.

Yang kedua bentuk rasa kasih dan sayang orang tua terhadap anaknya adalah dia rela memeras keringat dan banting tulang pagi, siang, sore dan malam hanya untuk menafkahkan seluruh biaya kebutuhan anaknya sejak dari dalam kandungan bahkan sampai dia besar sekalipun, tanpa ada terbesit dalam hatinya sedikitpun ingin dibalas jasa-jasa baiknya oleh si anak.

Membentuk anak yang sholeh dan sholehah tidaklah mudah, terlebih dahulu harus kita tinjau dari berbagai aspek. Modal yang paling utama adalah kita benahi terlebih dahulu diri kita sendiri, halal atau haramkah nafkah yang selama ini telah dikonsumsi oleh anak kita? Jika ternyata haram, jangan harap akan mendapatkan anak yang sholeh dan sholehah. Kalau orang tuanya bejat mau tidak mau kebejatan itupun akan menurun kepada anaknya, sebab ibarat pohon! buahnya itu tidak mungkin jatuh jauh dari pohonnya.

Aspek yang kedua yaitu dari segi lingkungan, baik lingkungan di dalam rumah maupun lingkungan di luar rumah. Jika pergaulan anak kita di lingkungan yang agamis niscaya perilakunya pun akan bersifat agamis. Tetapi sebaliknya, jika anak kita berada di lingkungan yang rusak, dipenuhi dengan kemaksiatan toh lama kelamaan si anak yang awalnya baik pasti akan terjerumus juga di dalamnya. Naudzu billah tsumma naudzu billah.

Aspek yang ketiga pendidikan. Usahakanlah pendidikan agamanya sejak dini, bukan hanya pada sekolah-sekolah umum saja, akan tetapi pendidikan agamanya pun jauh lebih penting dibandingkan pendidikan umum. Sebab hanya pendidikan agama sajalah yang jangkauannnya jauh sampai ke penghujung negeri! Yaitu darul baqo atau negri akhirat, sehingga dengan anak yang berbekal ilmu agama sajalah yang dapat menyejukkan pandangan mata kita, Bahkan bukan hanya itu saja hadirin! berkat anak yang sholeh dan sholehah sajalah kita dapat memudahkan langkah kaki kita menuju ke gerbang pintu surga-Nya Allah SWT. Demikian, beberapa kriteria cara mencetak anak yang sholeh dan sholehah.

Para pembaca sekalian yang dirohmati Allah, pada suatu malam Nabi Allah Zakaria as bermunajat kepada Allah jalla wa azza, agar kiranya beliau diberikan seorang keturunan yang sholeh. Dengan munajatnya Nabi Zakaria as meminta:


رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ
Artinya:: "Ya ِAllah, berilah aku ketutunan seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkaulah Tuhan yang Maha mendengar doa seorang hamba".


Kemudian beliaupun menambahkan seruannya:

يَا رَبِّى!!! اَللَّّهُمَّ اِنِّى أَسْأَلُكَ وَلَدًا صَالِحًا وَوَلِيًامِنْ عِنْدِ كَ

Ya Allah aku meminta kepadaMu agar aku diberikan anak yang sholeh dan menjadi seorang wali di sisiMu


Dengan munajatnya kemudian Allahpun mengabulkan permintaan Nabi Zakaria as, lalu lahirlah seorang laki-laki yang bernama Yahya. Setelah beberapa tahun kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, tumbuhlah Yahya menjadi orang dewasa sebagaimana manusia pada umumnya. Namun, aktivitas hidupnya selalu berdzikir mengurung diri dalam kamarnya atau senantiasa mengagungkan nama-nama Allah SWT, dalam rangka bertaqorrub atau untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga semakin hari membuat Nabi Zakaria kebingungan akan tingkah laku anaknya.

Kemudian Nabi Zakaria as kembali mengeluh kepada Allah, kenapa anaknya yang bernama Yahya itu, tidak pernah membantu pekerjaan beliau dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Padahal, sebagaimana harapan seorang Ayah pada umumnya, agar kiranya setiap anak selalu berbakti dan selalu mentaati perintah kedua orang tuanya. Itu lah kewajiban seorang anak terhadap orang tua.

Setelah melewati beberapa tahun Nabi Zakaria as melupakan permintaannya dahulu kepada Allah, yaitu supaya diberikan seorang anak yang sholeh dan seorang wali disisi Allah. Lalu Allah SWT menjawab keluh kesah beliau: “Wahai Zakaria apakah engkau melupakan permintaan yang kau inginkan dahulu!!!” Nabi Allah Zakariapun diam dan termenung, "itulah pekerjaan seorang anak manusia yang sholeh dan seorang wali disisiKu” tegas Allah kembali. Maka seketika itu pula Nabi Zakaria as bertobat menyesalkan keluh kesahnya.

Nama Nabi Yahya as diabadikan namanya oleh Allah di dalam Alqur’an sebagai وسيداوحصورا ونبيا من الصالحين yaitu sebagai seorang tuan dan sebagai seorang Nabi Allah yang sholeh, padahal beliau hanya seorang hamba disisi Allah bukan seorang tuan. kenapa? Sebab dengan kelebihan yang dimilikinya beliau dapat mengendalikan hawa nafsu dari kesenangan- kesenangan dunia, diantaranya seumur hidup beliau tidak pernah menikah, beliau dapat mengalahkan godaan-godaan syetan untuk berbuat maksiat, beliau dapat menjaga lisan dari perkataan yang keji, dan beliaupun dapat menahan emosi dari amarahnya, itulah beberapa alasan kenapa Nabi Yahya as diabadikan namanya oleh Allah sebagai tuan di dalam Alqur’an.

Dari uraian di atas dapat kita petik pelajaran, jika kelak kita mempunyai anak yang rajin beribadah, hendaklah jangan sekali-kali kita ganggu ibadahnya dengan memerintahkan ini dan itu!!! karena, ibadah seorang anak yang shaleh merupakan investasi atau modal yang dapat kita tuai sebanyak-banyaknya di negeri akhirat kelak.

Saya kira cukup sampai disini pada kesempatan yang penuh dengan limpahan mubarokah dan ampunan ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin3x ya rabbal ‘alamin.

0 komentar:

my sponsor